Jumat, 12 Agustus 2011

Kian Santang 2


Kian Santang adalah putera Prabu Siliwangi, raja Kerajaan Padjaran yang amat terkenal. Sejak Kian Santang rajin belajar dan berguru kepada para resi, sehingga ia memiliki berbagai ilmu dan kesaktian. Di Pajajaran tak ada seorang pun yang bisa menandingi kesaktiannya.
Tapi Kian Santang tidaklah menjadi sombong dan angkuh. Ia tetap berprilaku sopan dan ramah, rendah hati dan ramah dan suka menolong orang lainyang lemah. Ia begitu dicintai dan dikagumi oleh rakyat Pajajaran.
Kegemarannya mencari ilmu tidaklah surut meski ia telah dewasa dan memilki berbagai kesaktian. Beberapa orang resi dan guru telah didatanginya untuk ditimba ilmu-ilmunya. Hingga suatu saat ia bertemu dengan seorang Resi.

“Kedalaman ilmunya telah cukup, Nak. Kesaktianmu tak ada yang menandinginya. Di Tanah Jawa tak akan ada orang yang bisa mengalahkan kesaktianmu. Tapi ada orang yang lebih sakti darimu, “kata sang resi.
“Siapa dia, Resi Guru?” sahut Kian Santang terperanjat.
“Jauh sekali, Nak.”
“Aku akan mencarinya, sekalipun diujung dunia. Tunjukan kepadaku, Resi Guru. Aku ingin menguji kesaktiannya. Jika benar ia lebih sakti, aku akan berguru padanya,” kata Kian Santang mantap penuh keyakinan.

“Baiklah, akan kutunjukan . dia berada dinegeri Mekah, Baginda Ali namanya, “jawab Sang Resi. “Baginda Ali?” Mendengar nama itu , bergetarlah seluruh tubuh Kian Santang.
“Dimanakah negeri mekah itu?” “Di ufuk barat, di tempat matahari terbenam, “jawab Sang Resi.

“Seperti apa kesaktian dia? Apakah dia tahan terhadap senjata tajam seperti aku?” tanya Kian Santang penasaran. Sang Resi menggelengkan kepalanya.
“Apakahdia memiliki ilmu napak kancang hingga bisa berjalan diatas air seperti aku?”
Sang Resi kembali menggelengkan kepalanya.
“Apakah dia memiliki aji halimun hingga bisa menghilang seperti aku?”
Sang Resi tetap menggelengkan kepalanya.
“Apakah dia memliki aji geni hingga tahan terhadap api seperti aku?”
Sang Resi tersenyum mendengar pertanyaan Kian santang yang bertubi-tubi itu. Dengan sikap dengan penuh kearifan, Sang Resi menjawab dengan tenang.
“Baginda Ali tidak membutuhkan kesaktian-kesaktin seperti itu, Nak! Yang sakti ucapan dan perbuatannya. Kau akan jatuh tersungkur jika mendengar dia bicara.”
Kian Santang kembali teperanjat. Dia bisa membayangkan bagaimana hebatnya ilmu Baginda Ali, jika ucapannya saja bisa orang jatuh tersungkur.

“Kapan aku bisa menemui Baginda Ali di negeri Mekah, Resi Guru?” tanya Kian Santang dengan suara lemah.  "Tunggulah waktu yang baik. Dengan izin Tuhan , kau bisa menemuinya, “jawab Sang Resi.
Sejak itu Kian Santang dirundung kegelisahantiada tara. Siang dan malam pikirannya tidak tenang. Tidur tak nyenyak makan tak enak. Tak tahan rasanya inginsegera pergi kenegeri Mekah, menemui Baginda Ali.
Kegundahan Kian Santang lama kelamaan diketahui ayahnya, Prabu Siliwangi. Lalu Kian Santang dipanggilnya.
“Mengapa akhir-akhir ini kau begitu murung, anakku? Apa gerangan yang menjadi beban pikiranmu?” tanya Sang Perabu.

”Sembah sujud ananda , Ayah,” sahut Kian Santang seraya memberi sembah pada ayahnya. “Benarlah kata Ayah. Akhir-akhir ini pikiran ananda dirundung kegelisahan.”
“Apa yang terjadi sebabnya, anakku?” sela Sang Perabu.
“Ananda ingin bertemu Baginda Ali , Ayah.”
“Baginda Ali? Siapa dia?”

“Dialah orang sakti. Ucapannya bisa membuat orang jatuh tersungkur.”
“Oh…? Dimana dia?” “Dinegeri Mekah.” “Mengapa kau tidak mencarinya?”
“Resi guru mencegah ananda. Hanya pada saat yang baik, ananda bisa menemuinya. Itulah sebabnya ananda terus gelisah tak tenang pikiran.”

“Turutlah nasihat Resi Guru. Brangkatlah pada saatnya. Jika benar orang sakti bernama Baginda Ali itu ilmunya tinggi, bergurulah kau padanya. Tak ada jarak untuk menuntut ilmu. Capailah dia meski diujung langit.” Sang Perabu menasihati anaknya.

Tibalah pada saat yang ditunggu-tunggu. Resi Guru mengizinkan Kian Santang untuk pergi kenegeri Mekkah. “Tabalah pada godaan yang menghadangmu. Ditengah perjalanan, kau akan mendengar tujuh suara!” Demikian Resi Guru mengingatkan.

Setelah memohon restu dari Resi Guru dan Ayahnya, Kian Santang segera berangkat. Dengan menggunakan ilmu kesaktian napak kancang, dia bisa berjalan dan berlari dipermukaan laut. Tubuhnya ringan, melayang cepat menuju kearah barat, ketempat matahari terbenam.
Ditengah perjalanan, Kian Santang mendengar suara tanpa wujud. Suara itu berasal dari tujuh arah di sekelilingnya.

“Kau sesungguhnya orang yang paling sakti di dunia! Kata suara itu.
Kian Santang menoleh kearah kiri. “Kau memliki ilmu yang sangat ampuh!” kata suara yang lain. Kian Santang menoleh kearah depan. “Kau tak akan tertandingi!” kata suara yang lain.
Kian Santang menoleh kearah belakang. “Baginda Ali tidak sebanding denganmu!”kata suara yang lain. Kian Santang menoleh kearah atas.

Bersambung  (Kian Santang 3)   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar